Untuk Cinta Pertamaku, 9 Tahun berlalu tetapi aku masih merindu
Aku tak tahu apa itu
cinta. Hingga akhirnya aku bertemu denganmu, lelaki yang pertama membuatku
jatuh hati. Aku tak pernah bisa menjelaskan, kenapa aku mencintaimu. Aku rasa
sampai kapanpun aku tak akan pernah menemukan alasan yang tepat.
Aku selalu menulis
semua hal tentang kamu. Apapun itu. Saat kita tak sengaja bicara di kantin, saat
kamu meminjamiku bolpoint bahkan saat bola mata tak sengaja saling membentur,
aku tidak pernah sedikitpun melewatkan moment itu untuk ku tulis di diary ku.
Kedengarannya sangat konyol, aku bahkan hampir tidak percaya pernah melakukan
hal itu atas nama cinta. Biarlah semua itu jadi kenangan di masa biru putihku.
Kemudian, kami
melanjutkan SMA di kota yang berbeda. Aku tidak keberatan, jika akhirnya
perasaan ini memuai tanpa arti. Bagiku,itu hanya cinta masa kecil yang akan hilang
seiring berjalannya waktu.
Musim demi musim
berganti. Tanpa sadar, diary-ku masih bercerita tentang kamu. Kenangan kecil
itu masih senantiasa mengikuti hari-hariku. Aku tersenyum melihat foto wisudaku
menggantung di dinding kamar. Tahukah kau. aku berhasil menyelesaikan S1 ku
dengan nilai sempurna.
Bagaimana denganmu? Aku
bahkan tidak tahu dimana keberadaanmu. Aku pernah mencoba mencari namamu di
social media, tetapi nihil. Aku mencoba menanyakan tentang kamu pada seorang
teman, tetapi ia pun tak tahu. Ah! Kenapa mencari kabarmu sedemikian sulit ?
Kau sengaja ingin membuatku menderita karena merindukanmu?
Satu-satunya penawar
rinduku hanya satu. Bolpoint. Kamu ingat tidak? Aku masih menyimpannya sejak
kelas 1 SMP. Kepalaku juga masih menyimpan ingatan-ingatan tentang kamu.
Tuhan, Kau mendengarku
kan? Doa-doa yang kurapal setiap hari. Aku
harap ada seutas rinduku tersampaikan padanya. Aku kira, ini hanya cinta yang
akan kutinggal di masa SMP, tetapi rupanya masih terbawa hingga aku selesai
kuliah. Jika dulu aku tidak keberatan perasaan ini memuai tanpa arti, kali ini
aku sangat keberatan. Bagaimanapun, ini bukan cinta anak kecil lagi. Ini cinta
manusia 25 tahun.
Hari ini sudah tahun ke
Sembilan sejak aku jatuh cinta padamu. Aku pernah mencoba membunuh rasaku, tetapi
sia-sia. Malah aku terkesan mengkhianati hatiku sendiri. Kemudian aku mencoba
menyusuri perasaan ini sepanjang waktu, berharap akan berujung di suatu tempat.
Tetapi hingga kini perasaan itu masih ada seolah tak bertepi.
Suatu hari,aku menerima
undangan reuni SMP. Jantungku berdegup cepat. Secepat saat aku pertama kali
jatuh cinta padamu. Mungkin ini jawaban dari semua doa-doaku kepada Tuhan. Doa-doa
tentangmu, yang selalu sama setiap hari.
Kali ini, aku tak akan
melewatkanmu. Aku ingin mengatakan semuanya padamu. Tentang cinta di masa biru
putih, dan tentang rindu selama Sembilan tahun.
Gemerlap lampu di aula
hotel itu menyambutku. Mataku menyisir seisi ruangan sembari membulatkan tekad.
Rindu-rindu yang kupendam, rasanya sudah tak sabar ingin berebut keluar dari
mulutku.
Kemudian seseorang
menepuk pundakku. Aku menoleh menatap
wajah yang kian berubah menjadi lebih dewasa. Aku tersenyum. Nyaris menangis
bahagia.
“Hai, Apa kabar? “
Sapamu.
Aku ingin menjawabnya,
tetapi bibirku terkunci. Seolah bingung kalimat mana dulu yang harus aku katakan.
Menjawab pertanyaannya atau mengatakan ribuan rindu yang sedari tadi sudah
tidak sabar ingin terucap.
“Baik.” Sahutku sedikit
terbata.
Tiba-tiba seseorang
bergabung di tengah-tengah kami.
“Perkenalkan, Ini
istriku.”
Kalimat sederhana itu
seperti guntur. Dalam sekejap hatiku porak-poranda. Tekad yang sempat bulat,
kini telah hancur. Aku hampir kehilangan keseimbangan tetapi kursi disampingku
menahan badanku yang nyaris limbung.
Aku memaksakan bibir
untuk tersenyum dan membalas uluran tangan wanita itu. Aku yakin senyum
dibibirku tidak sempurna. Aku segera menyudahi perbincangan kecil itu. Bukan!
Aku segera menyudahi perbincangan menyakitkan itu.
Tuhan
Untuk semua jawaban
dari doa-doaku, Terimakasih
Mungkin Kau hanya tidak
ingin aku menunggu lebih lama
Mungkin Kau hanya tidak mau melihatku kelelahan
menahan rindu sendiri
Mungkin Kau ingin menunjukkan padaku, bahwa cintaku
tidak berbalas.
Bibirku semakin
terkunci. Kali ini bukan rindu yang berebut untuk diucapkan. Tetapi luka dan
kecewa yang membuatku ingin berteriak sekencang-kencangnya.
Aku baru tahu ada cinta
se-Tak Adil ini. Bagaimana mungkin kamu menjalani hari dengannya, sementara aku
dengan jutaan rindu untukmu? Bagaimana mungkin kamu tertawa dengannya sedangkan
aku menahan sakit karena mencintaimu begitu lama?
Tak ada yang bisa
kusalahkan meskipun rasanya aku ingin menyalahkanmu. Apakah kamu benar-benar
tidak menyimpan perasaan apapun untukku? Apakah kamu tidak pernah tahu, aku
selalu memperhatikanmu saat SMP? Kamu yang tidak mengerti atau memang aku yang
terlalu rapih menyembunyikan perasaan ini?
Cinta, ketahuilah. Aku
pernah benar-benar mencintaimu selama sembilan tahun dihidupku. Aku bahkan
tidak yakin perasaan ini akan hilang begitu saja. Biarlah ia terus bersemayam
tanpa kupaksa untuk mati. Jika penantian sedemikian menyakitkan, biarlah rindu
yang jadi penawar sakitnya.
Aku (masih) mencintaimu
hingga kini, dan entah sampai kapan.
Komentar
Posting Komentar