Kita telah sampai di tempat yang kita sebut 'Selesai'
Aku tidak tahu bagaimana harus memulai tulisan ini. Aku
mencintai kamu. Kalimat itu seharusnya sudah cukup menjelaskan semuanya. Tapi
ada perasaan lain yang iri, yang sebenarnya tidak ingin kutulis. Ia bernama
kecewa. Besarnya tak seberapa, egomu lah yang tak sanggup ku imbangi. Hati
wanita sudah cukup rumit dengan rindu dan khawatirnya, rasanya ia tak sanggup
jika harus pula membenarkan semua yang kamu pahami.
Bagiku
‘selesai’ masih jadi tempat yang yang tak terjangkau oleh mata meski rasanya
kamu memaksa untuk mendirikan tempat itu disini.
Jika
mau saling hitung, perselisihan akhir-akhir ini tidak seberapa dibanding dengan
apa yang sudah kita lewati sebelumnya. Bagiku pertengkaran kemarin tidak ada
apa-apanya dibanding hari pertama kita saling jatuh cinta. Bagiku tangis
semalam tak berarti apa-apa dibanding dengan hari dimana kamu memberiku kejutan
ulang tahun. Bagiku kecewaku sekarang bukan apa-apa dibanding dengan rasa ingin
selalu bersama. Tapi bagaimana semua itu bagimu, aku tak tahu.
Meski
sudah cukup lama bersama, pemikiran kita tak kunjung sejalan. Selalu ada hal
kecil yang kita perdebatkan. Aku sebenarnya tak masalah, bagiku selagi aku
masih mencintaimu bagaimana pun kamu aku akan selalu ada di sampingmu. Tapi
rupanya kamu terlalu serius menanggapi fikiran kita yang kadang bersebrangan.
Kamu bilang, bukan hal yang mudah hidup dengan orang yang cara pandangnya tak
sejalan.
Menurutku,
kita hanya butuh waktu sedikit lagi. Sampai kita saling merasa bahwa kepuasan
bukan terdapat pada menangnya ego, tapi pada cinta yang saling kita
pertahankan. Bagaimanapun lambat laun ego akan kalah jika cinta sudah di atas
segalanya. Tapi lagi-lagi gagasan itu hanya ada dalam fikiranku. Sepertinya
menurutmu, cinta bukan apa-apa dibanding dengan apa yang ada di otakmu.
Lalu
kenapa aku masih bertahan denganmu? Alasannya sederhana, aku masih jatuh cinta
padamu. Ego dan segala remeh temeh yang kamu permasalahkan tidak berarti apapun
bagiku. Dan dengan alasan yang sama pula, aku harus mengakhiri hubungan kita
disini. Tidak. Maksudku, aku harus menuruti keinginanmu untuk mengakhiri
hubungan kita.
Benar apa katamu. Sampai detik terakhirpun, cara pandang kita
masih berbeda. Kamu bertindak di atas egomu, dan aku menurutinya demi rasa
cintaku. Mungkin sampai kapanpun kamu tak akan pernah nyaman denganku. Karena
itulah, disaat terakhir ini kuharap aku bisa menyamankan kamu dengan menuruti
apa yang kamu mau.
Lalu
cerita sederhana mengenai pelaminan yang dulu pernah ku dengar biar saja jadi
dongengku dipengantar tidur. Bagaimanapun kita tetap akan dipertemukan disana,
bukan? Meski tidak sebagai pasangan kita masih bisa bertemu sebagai tamu
undangan.
Jadi,
selamat datang. Kamu baru saja selesai membangun tempat yang kamu mau disini.
Dan selamat tinggal, karena aku juga sedang membangun tempat yang aku mau. Ia
kusebut masa depan. Kali ini aku tak peduli ada kamu atau tidak disana, karena
aku akhirnya menyadari dengan sepenuh hatiku bahwa aku juga berhak bahagia
dengan hidupku. Akhirnya aku tak harus melulu menuruti egomu dan mengesampingkan
apa yang aku mau. Terimakasih sudah membuatku sadar bahwa kamu belum
mencintaiku sampai saat ini. Sepertinya kamu belum siap menerima cinta setulus
yang aku punya.
Komentar
Posting Komentar