Time Machine
Hari ini cerah, hatiku juga. Seharusnya akan tetap cerah jika aku tidak memutar lagu itu tanpa sengaja. Bagiku, lagu laksana mesin waktu. Setelah tidak lama mendengarnya ia seolah menyeret ingatanku pada sepotong cerita yang sudah selesai. Cerita tentang dua orang asing, Kau dan Aku.
Kau dan aku pernah menjadi orang asing sebelum hari berjumpa itu tiba.
"Bocil amat" kau bilang memberi kesan pertama.
Berhadapan begitu dekat denganmu membuatku harus mendongak demi melihat wajahmu. Saat itu mungkin tinggiku tidak lebih dari tinggi bahumu. Tinggi, putih, dan berbadan cukup besar.
"Bodo!" Sahutku. Aku benar-benar terlihat kecil jika bersamamu.
Kita berdua pun berlalu, menuju restoran cepat saji yang nggak begitu jauh dari rumahku.
"Minggu ini udah 8x aku ke m*d, dan kamu bikin aku jadi 9x"
Aku hanya tertawa. Dasar kantong mahasiswa! Sahutku dalam hati.
Aku yakin, orang orang di sekitar kita tak menyangka bahwa beberapa saat lalu adalah pertemuan pertama kita.
Setelah hari itu, kita terus menyisihkan waktu untuk terus bertemu.
Kau suka mengajakku keluar untuk sekedar jajan. Mungkin itu alasan kenapa badanmu besar, karena suka jajan kan? Cengkareng, tanjung duren, rawa mangun, bekasi, klender dan ke beberapa tempat yang aku tak tahu nama daerahnya. Diantara semua makanan yang pernah kita coba tentu saja fastfood ada diperingkat pertama makanan favoritmu.
Ohya kita pernah ke taman. Padahal ngga ada hal yang mengesankan disana. Cuma berjalan-jalan menyusuri jalan setapak dan duduk-duduk di tepi danau buatan. Aku tidak menyangka, cowo berbadan besar sepertimu menyukai taman.
Atau sekedar berkeliling dengan motor besar aneh kesayangan mu itu haha. Berkeliling tanpa tujuan. Menghabiskan waktu diatas motor hanya untuk ngobrol. Aku masih ingat bagaimana akhirnya kamu membeli motor itu. Sempat dilarang oleh kedua orang tuamu kan? Karena motornya terlalu langka
"Kemaren rantainya rusak, ke bengkel aja rantainya mesti inden dulu. Dipasaran ngga ada. Pusing motor jajannya mahal!"
Kena batu nya kan?haha
"Makanya dengerin kata orang tua" sahutku sambil terkekeh.
Mungkin, hal yang selalu mengingatkanku padamu adalah kau suka ke rumahku tiba-tiba. Menyebalkan sekaligus menyenangkan. Bagaimana tidak, kau sering tiba-tiba ke rumah padahal aku masih belum mandi atau benar-benar baru saja bangun tidur! Bahkan pernah pada suatu hari aku dibangunkan oleh ayahku karena kedatanganmu. Ayahku sempat memarahiku karena tidak ingat kau akan datang, padahal memang kau tidak bilang mau datang!Ya memang sih, kita nggak kemana-mana. Sekedar makan snack atau ice cream yang kau bawa. Atau mendengarkanmu mengobrol santai dengan ayahku. Kau tahu, aku terkejut sekali kalian bisa akrab. Percayalah, selama 19 tahun aku hidup belum ada satu lelakipun yang bisa menaklukan sifat dingin ayahku. Terima kasih ya, kamu telah mematahkan stigma yg bertahun tahun bersarang dikepalaku.
Aku tak tahu kenapa kamu begitu suka datang tiba-tiba.
"Lain kali kalo mau maen tuh bilang, biar aku bisa mandi dulu." Gerutuku waktu itu saat kamu datang di hari libur sekitar jam 10 pagi. Yah, aku memang malas mandi kalau tidak ada rencana kemana pun.
"Mau ngapain mandi? Lagian aku cuma mau ngobrol disini. Ngga ngajak kemana mana"
Oh ya aku ingat, Suatu hari seperti biasa kamu ke rumahku tiba-tiba dan mendapati aku sedang dengan seseorang. Dan kamu pulang begitu saja. Tapi aku benar-benar tidak menyadarinya jika kau datang. Aku baru menyadarinya saat membuka room chat mu.
"Cie lagi diapelin."
Disitu aku merasa bersalah. Ah andai tadi aku tidak dengannya. Atau sedang sendirian. Pasti malam itu kami bertemu.
Apa hal-hal diatas tidak apa-apa aku sebut sekedar ?
Atau aku yang menganggap hal ini berlebihan ?
Kamu harus menghabiskan jarak 35km tiap ke rumahku. Sekitar dua jam dengan sepeda motor. Untuk pulang pergi berati kamu menempuh jarak kurang lebih 70km. Padahal kamu tahu jalanan di jakarta benar-benar macet kan? Belum lagi jika kita pulang larut. Apa masih pantas disebut sekedar? Apa semua itu tidak berlebihan untuk status yg kita sebut teman?harusnya berlebihan. Tapi nyatanya ada hati lain yg kau genggam. Aku pun begitu. Kita sama sama tak ingin melepaskannya. Tapi tidak munafik, bahwa kita menikmati semuanya. Saat itu Aku masih belum bisa menebak bagaimana cerita ini akan selesai. Dari pihak siapa yang akan menyudahi. Dan aku khawatir kamulah yang membuatnya selesai.
Kini kita kembali menjadi orang asing. Saling memberi sepi pada dada satu sama lain, saling mengulur jarak sejauh yg kita mampu. Saling berusaha selupa mungkin - meski sebenarnya potongan cerita ini tak begitu saja dapat kita lupa.
dua hal yang aku khawatirkan dulu, satu diantaranya terjadi.
Pertama, kamu tidak menyudahi cerita ini.
Kedua, cerita ini selesai.
Dan aku yang menyudahi semuanya.
Hi orang asing! Apa kabar?
Semoga kita bahagia pada apa yang sedang kita lalui masing masing.
Kau dan aku pernah menjadi orang asing sebelum hari berjumpa itu tiba.
"Bocil amat" kau bilang memberi kesan pertama.
Berhadapan begitu dekat denganmu membuatku harus mendongak demi melihat wajahmu. Saat itu mungkin tinggiku tidak lebih dari tinggi bahumu. Tinggi, putih, dan berbadan cukup besar.
"Bodo!" Sahutku. Aku benar-benar terlihat kecil jika bersamamu.
Kita berdua pun berlalu, menuju restoran cepat saji yang nggak begitu jauh dari rumahku.
"Minggu ini udah 8x aku ke m*d, dan kamu bikin aku jadi 9x"
Aku hanya tertawa. Dasar kantong mahasiswa! Sahutku dalam hati.
Aku yakin, orang orang di sekitar kita tak menyangka bahwa beberapa saat lalu adalah pertemuan pertama kita.
Setelah hari itu, kita terus menyisihkan waktu untuk terus bertemu.
Kau suka mengajakku keluar untuk sekedar jajan. Mungkin itu alasan kenapa badanmu besar, karena suka jajan kan? Cengkareng, tanjung duren, rawa mangun, bekasi, klender dan ke beberapa tempat yang aku tak tahu nama daerahnya. Diantara semua makanan yang pernah kita coba tentu saja fastfood ada diperingkat pertama makanan favoritmu.
Ohya kita pernah ke taman. Padahal ngga ada hal yang mengesankan disana. Cuma berjalan-jalan menyusuri jalan setapak dan duduk-duduk di tepi danau buatan. Aku tidak menyangka, cowo berbadan besar sepertimu menyukai taman.
Atau sekedar berkeliling dengan motor besar aneh kesayangan mu itu haha. Berkeliling tanpa tujuan. Menghabiskan waktu diatas motor hanya untuk ngobrol. Aku masih ingat bagaimana akhirnya kamu membeli motor itu. Sempat dilarang oleh kedua orang tuamu kan? Karena motornya terlalu langka
"Kemaren rantainya rusak, ke bengkel aja rantainya mesti inden dulu. Dipasaran ngga ada. Pusing motor jajannya mahal!"
Kena batu nya kan?haha
"Makanya dengerin kata orang tua" sahutku sambil terkekeh.
Mungkin, hal yang selalu mengingatkanku padamu adalah kau suka ke rumahku tiba-tiba. Menyebalkan sekaligus menyenangkan. Bagaimana tidak, kau sering tiba-tiba ke rumah padahal aku masih belum mandi atau benar-benar baru saja bangun tidur! Bahkan pernah pada suatu hari aku dibangunkan oleh ayahku karena kedatanganmu. Ayahku sempat memarahiku karena tidak ingat kau akan datang, padahal memang kau tidak bilang mau datang!Ya memang sih, kita nggak kemana-mana. Sekedar makan snack atau ice cream yang kau bawa. Atau mendengarkanmu mengobrol santai dengan ayahku. Kau tahu, aku terkejut sekali kalian bisa akrab. Percayalah, selama 19 tahun aku hidup belum ada satu lelakipun yang bisa menaklukan sifat dingin ayahku. Terima kasih ya, kamu telah mematahkan stigma yg bertahun tahun bersarang dikepalaku.
Aku tak tahu kenapa kamu begitu suka datang tiba-tiba.
"Lain kali kalo mau maen tuh bilang, biar aku bisa mandi dulu." Gerutuku waktu itu saat kamu datang di hari libur sekitar jam 10 pagi. Yah, aku memang malas mandi kalau tidak ada rencana kemana pun.
"Mau ngapain mandi? Lagian aku cuma mau ngobrol disini. Ngga ngajak kemana mana"
Oh ya aku ingat, Suatu hari seperti biasa kamu ke rumahku tiba-tiba dan mendapati aku sedang dengan seseorang. Dan kamu pulang begitu saja. Tapi aku benar-benar tidak menyadarinya jika kau datang. Aku baru menyadarinya saat membuka room chat mu.
"Cie lagi diapelin."
Disitu aku merasa bersalah. Ah andai tadi aku tidak dengannya. Atau sedang sendirian. Pasti malam itu kami bertemu.
Apa hal-hal diatas tidak apa-apa aku sebut sekedar ?
Atau aku yang menganggap hal ini berlebihan ?
Kamu harus menghabiskan jarak 35km tiap ke rumahku. Sekitar dua jam dengan sepeda motor. Untuk pulang pergi berati kamu menempuh jarak kurang lebih 70km. Padahal kamu tahu jalanan di jakarta benar-benar macet kan? Belum lagi jika kita pulang larut. Apa masih pantas disebut sekedar? Apa semua itu tidak berlebihan untuk status yg kita sebut teman?harusnya berlebihan. Tapi nyatanya ada hati lain yg kau genggam. Aku pun begitu. Kita sama sama tak ingin melepaskannya. Tapi tidak munafik, bahwa kita menikmati semuanya. Saat itu Aku masih belum bisa menebak bagaimana cerita ini akan selesai. Dari pihak siapa yang akan menyudahi. Dan aku khawatir kamulah yang membuatnya selesai.
Kini kita kembali menjadi orang asing. Saling memberi sepi pada dada satu sama lain, saling mengulur jarak sejauh yg kita mampu. Saling berusaha selupa mungkin - meski sebenarnya potongan cerita ini tak begitu saja dapat kita lupa.
dua hal yang aku khawatirkan dulu, satu diantaranya terjadi.
Pertama, kamu tidak menyudahi cerita ini.
Kedua, cerita ini selesai.
Dan aku yang menyudahi semuanya.
Hi orang asing! Apa kabar?
Semoga kita bahagia pada apa yang sedang kita lalui masing masing.
source image : google image
Komentar
Posting Komentar